Banjir Bandang di Jayapura, Ketika Air Bersih Berubah Menjadi Petaka!
Kejadian bencana terjadi karena curah hujan tinggi pada tanggal 16-18 Maret 2019 di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom dan Kota Jayapura. Selain tingginya curah hujan, faktor penyebab lainnya adalah daya dukung lahan (termasuk degradasi kawasan) disekitar Cagar Alam Pegunungan Cycloops yang berada di Utara Kabupaten dan Kota Jayapura ini tidak mampu mengakomodir besarnya curah hujan (114 mm/hari seperti rilis yang dikeluarkan oleh BBKSDA Papua) yang turun selama tiga hari tanpa henti.
Kabupaten Jayapura adalah daerah terdampak sangat parah karena beberapa distrik diterjang banjir bandang. Selain banjir bandang juga terjadi bencana banjir yang meluas serta kenaikan permukaan air Danau Sentani.
Sejatinya air hujan adalah berkah bagi manusia dalam jumlah yang sesuai dan apabila dimanfaatkan dengan baik. Sebagian air hujan akan diserap oleh tanah dan melalui akar-akar pohon, air akan disimpan, layaknya spon yang menyerap air. Berkurangnya atau ketiadaan ruang hijau yang memadai, menjadikan air yang melimpah akan mengalir di permukaan menambah volume air permukaan. Di sekitar lereng-lereng yang curam, air dalam jumlah besar menghanyutkan tanah, lumpur, batu, dan semua yang dilewati, mengubah aliran air permukaan yang besar menjadi petaka bandang.
Cuaca yang ekstrim menjadikan daerah rawan bencana menjadi sangat mengancam. Wilayah bandang di Sentani, Jayapura, ini misalnya, berhadapan langsung dengan barisan bukit yang rawan bencana dan longsor. Sehingga kombinasi beberapa faktor, alam, dan manusia, menjadikan bencana bandang tidak terhindarkan lagi
Kerusakan yang ditimbulkan banjir bandang ini secara fisik adalah 21.41 km jalan dan 7 jembatan rusak, 291 rumah tinggal rusak berat, 209 rusak sedang dan 1.288 rumah tinggal rusak ringan, 21 bangunan sekolah rusak, termasuk rumah ibadah, pertokoan dan pasar. Bila dikonversi ke dalam nominal maka total kerusakan mencapai Rp. 506.425.424.100. (Sumber data : Posko Gunung Merah Sentani).
Penulis: Lie Tangkepayung
Penyunting: Aulia Rahman
Tentang penulis: Natalie J. Tangkepayung AKA Lie
Menamatkan Sarjana Pertanian-nya di Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih dan kemudian bergabung dengan Yayasan WWF-Indonesia selama hampir 14 Tahun pada Program Region Sahul (Program WWF-ID di Tanah Papua) kemudian bergabung dengan berbagai organisasi non pemerintah dan Program Pembangunan Internasional di Papua dan Papua.
Fotografer yang antusias dalam fotografi alam terutama untuk memperkenalkan pesona alam dan budaya manusia di Papua.
Lie dapat dihubungi di https://www.facebook.com/njtangkepayung